Friday, September 24, 2010

Basket

Ya Tuhan, tiba-tiba pengen maen basket :(
Bertahun-tahun, astaga, betul-betul hitungan tahun sudah nggak pernah menyentuh bola oranye itu!

Serius deh, Gw rindu lari-larian di lapangan, kangen suara bola yang memantul-mantul di lapangan, kangen keringet yang membanjir setelah capek lari-larian.

Berapa sih umur gw sekarang?? Err hampir 23 ya? Masih pantes gak sih lari2an di lapangan basket :((

Wednesday, September 22, 2010

Jarak, perasaan, dan sebuah komitmen

Jarak dapat berupa estimasi jarak fisik dari dua buah posisi berdasarkan kriteria tertentu

Postingan kali ini, bukan membahas itung-itungan jarak yang sifatnya matematis, jelas bukan! Di sini dunia saya, di sini tempat saya berbicara dengan cara yang berbeda. Di sini adalah ruang milik saya, untuk membuang semua pikiran yang mengganggu.

Hmm...berhubung saya bingung mau mulai dari mana, mari dimulai dari sini aja:

Saya adalah penderita Long Distance Relationship (LDR) , errr salah!
Maksud saya, saya adalah penikmat LDR ( Hmmm..yang ini terdengar lebih menyenangkan! *nyengir* )


"Kenapa sih kamu jauh banget"
Kalimat itu mungkin sudah seribu satu kali saya tujukan kepada pacar saya, saya sendiri lupa entah sejak kapan saya mulai mengeluhkan ini ke beliau itu, yang saya ingat, saya selalu merengek (sok) sebel karena dia berada di rentangan jarak yang lumayan jauh dari saya. Lain waktu, (sering) saya merengek nggak penting lainnya seperti "sini dong" dan sejenisnya yang intinya sebenarnya sama: SAYA KANGEN, dan saya kepengen dia ada didekat saya.

Sebenarnya, saya nggak ada masalah dengan jarak yang jauh, saya bermasalahnya sama rasa rindu yang mengganggu (well, sebenernya nggak mengganggu sih rindunya, saya pilih kata mengganggu cuma supaya kalimatnya enak saya baca dengan perpaduan kata "rindu-mengganggu" hohohoh :p) dan sejauh ini saya masih sangat menikmati hubungan jenis ini.

Sampai beberapa waktu yang lalu saya sempat terdiam (agak) syok karena baru tersadar bagaimana pengaruh jarak dalam suatu hubungan. Saya berusaha mencerna, bagaimana jarak bisa disalahkan atas sebuah keadaan.

"masalahnya apa gw kuat buat LDR"
"masalahnya, gimana kalo gw nggak kuat?"
"masalahnya, gimana kalo gw khilaf, terus nyakitin orang?"

Kira-kira kurang lebih begitulah penuturan si oknum kepada saya, tentang pilihannya untuk tidak (atau belum) menjalin hubungan dengan orang yang dia sukai.

Saya terdiam, senyum saya memudar, jidat saya jadi berkerut (tandanya bingung! BUKAN keriput) beberapa menit saya berusaha mencerna, sampai akhirnya saya mencapai kesimpulan saya: Si Oknum sebenarnya tidak bermasalah dengan jarak, dia bermasalah dengan perasaannya sendiri, dan tentu saja: dia bermasalah dengan komitmennya.

Sok tau ya saya?

Bagi saya ada dua alasan ketika saya memutuskan menjalani LDR
  1. Saya memang menginginkan orang itu (perasaan)
  2. Saya yakin saya bisa dan mau menjalani hubungannya bagaimanapun keadaannya(komitmen)

Saya dikelilingi dengan orang-orang yang menjalani LDR, beberapa orang terdekat saya juga menjalani hal yang sama, menjalin hubungan dengan partner berbeda kota, berbeda pulau, bahkan berbeda benua.

Apa LDR semuanya baik-baik aja?
-->Ya nggak juga, tentu saja setiap hubungan punya masalah masing-masing, bahkan mereka yang partnernya deket pun punya masalah kan?

Nggak takut diselingkuhin kalo partnernya jauh gitu?
-->Berani nanya beginian sm saya sini saya cubit perutnya hohoho :p Coba saya tanya, siapa yang siap diselingkuhin sih? selingkuh itu balik lagi ke individunya masing-masing toh? yang nggak LDR aja bisa selingkuh, tapi memang nggak bisa dipungkiri mungkin bagi sebagian orang, jauh dari partner bisa membuat resiko perselingkuhan lebih tinggi.

Kembali ke perbincangan saya di atas, saya berusaha untuk menyederhanakan pemikiran saya di sini:

" If a guy wants to be with a girl, he will make it happen, no matter what. (He's just not that into you-conversation)"

Mungkin saya perlu menuliskan pembedaan lagi disini, antara Interest dan Commitment.

Interest: Kalau diaplikasikan ke sesuatu hal, ibaratnya sebuah keadaan berminat. Mentok: Minat doang, dilakukan ketika keadaannya menyenangkan, nggak dilakukan juga ga kenapa kenapa.

Commitment : kalo diterjemahin di dictionary nokia saya artinya kewajiban. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, komitmen artinya perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu. hmm, jadi seperti ini menurut saya: suka nggak suka ya akan dilakukan, disini perlu loyalitas dan tekad yang bulat untuk melakukan sesuatu.

Saya benci menyimpulkan ini, tapi bagi saya, ketika seorang Pria datang kepada kita hanya untuk keadaan yang menyenangkan bagi dirinya saja, itu artinya dia hanya berminat pada kita, INTEREST. Di sini perlu kejelian, kadang berada di dalam 'kotak' membuat kita sulit melihat bahwa sebenarnya kita hanya dijadikan persinggahan ketika ia membutuhkan kesenangan. (kedengaran kejam sekali ya, tapi ini lah kenyataannya)

Tapi lain halnya ketika ia meletakkan seluruh susah dan senang bersama, membulatkan tekad untuk menjalani keadaan itu, setia, berani mengambil resiko baik itu menyenangkan ataupun tidak menyenangkan bersama kita, orang kedua ini lah yang patut kamu hargai. Mereka inilah orang yang menurut saya (lagi lagi saya menggunakan kalimat "menurut saya"!) orang yang berkomitmen.

Ketika oknum menyatakan:
"masalahnya apa gw kuat buat LDR"
"masalahnya, gimana kalo gw nggak kuat?"
"masalahnya, gimana kalo gw khilaf, terus nyakitin orang?"

Hati saya membisikkan kalimat ini:
"I finally realize: He's just not that into you baby! too bad, and i'm so sad ='("
Jarak bukan sebuah alasan untuk seseorang meragukan perasaannya
Mereka yang tidak berani berkomitmen, kemungkinan besar adalah mereka yang tidak yakin pada perasaannya sendiri.

Hmmm..
sok sekali saya ini ya nulis beginian segala, ngurus diri sendiri aja belom lurus hohoho ^^
sekian dulu ah, semakin dipikir, kepala saya makin pusing (-___-")

Untuk mereka-mereka yang saya sayangi, mari sama-sama kita menghargai diri kita sendiri ^^
*peluk cium peluk cium*
-Iv-

Monday, September 6, 2010

Saya nggak akan bisa memaksa orang lain untuk memahami jalan pikiran saya, mengerti apa yang saya inginkan, mengerti harus berbuat apa sesuai kehendak saya. Tapi saya bisa berusaha mengkomunikasikan, membicarakan, berusaha menyampaikan hal-hal yang ingin saya sampaikan, begitu juga sebaliknya, saya juga berhak untuk menyimpan apa yang tidak ingin saya sampaikan, menyimpan hal-hal yang menurut saya cukup saya dan Tuhan yang tau isi hati saya.

Ada bagian-bagian yang ingin saya simpan sendiri, terutama bagian-bagian yang mungkin kalo saya sampaikan ke orang lain malah membuat keadaaan jadi nggak enak, yang mungkin akan melukai hati si pendengar, yang mungkin akan membuat saya jadi nggak nyaman.

Dan kemarin, saya membuka bagian itu, bagian yang nggak ingin saya sampaikan, ke-tidak suka-an yang nggak mau saya bagi ke siapapun juga karena saya berusaha menggeser ke-tidak suka-an itu menjadi ketidak pedulian, berusaha untuk menghindari hal-hal yang tidak saya suka berkembang menjadi kebencian yang menjadi-jadi.

Well, mungkin salah saya memang yang gampang merasa tidak suka sama orang lain (dan gampang juga merasa suka), saya gampang sekali merasa nggak suka terutama ketika saya merasa terusik. Dengan umur dua puluh sekian ini, saya malas ribut2 enggak penting, malas menyimpan perasaan benci yang cuma akan bikin saya capek, mending saya diam dan menghindari orang yang bagi saya menyebalkan ini, menganggapnya nggak ada.

Kemarin-kemarin saya berada di fase itu, berusaha menganggap gangguan itu nggak ada. berusaha untuk merasa tidak terusik, berusaha mengendapkan perasaan tidak suka saya supaya suatu hari nanti saya juga akan merasa biasa-biasa aja. sampai disatu titik, emosi saya terpancing, keadaan yang nggak enak semakin menekan saya, emosi saya meninggi, saya sampaikan ketidaksukaan saya tanpa perasaan. melukai hati orang yang mendengarnya, mendorong si pendengar mengeluarkan sederet kalimat yang menampar muka saya, memukul perasaan saya lebih kuat lagi. dari sini saya akan belajar, ada hal yang harus tetap saya simpan hanya untuk saya, yang harus saya jaga agar tidak melukai orang lain, terlebih diri saya sendiri.

Me,
-Iv-

Thursday, June 24, 2010

Komunikasi (versi saya)

"Dialogue means listening and understanding, not proving and convincing"



Saya mungkin digolongkan debagai orang yang banyak bicara, cerewet, bawel apapun lah itu namanya. Saya buat diri saya pribadi, saya membedakan pengertian antara "ngomong" dan "komunikasi", yang terakhir saya sebut itu adalah kebutuhan pokok bagi saya.

Komunikasi buat saya adalah bertukar pikiran dengan cara yang baik, bagaimana saya mengerti keinginan/isi pikiran partner saya, dan bagaimana saya menyampaikan keinginan/isi pikiran saya. Bukan mencari menang atau kalah, bukan memaksakan keinginan saya untuk diterima dan mengacuhkan keinginan partner saya, tetapi saling memahami keinginan masing-masing dan menyatukannya.

Sama halnya dengan suka bicara, saya juga suka mendengarkan. dan saya menyetujui pembedaan antara Hear and Listen. Hear saya gunakan untuk pembicaraan yang sekedar untuk didengarkan, dan listen saya definisikan dengan keadaan ketika saya memberikan perhatian untuk memahami apa yang dibicarakan partner bicara saya, dan mengerti apakah partner tersebut hanya butuh didengar dengan penuh perhatian atau juga meminta pendapat.

Ngomong dan Komunikasi itu berbeda, buat saya, komunikasi itu menarik, karena ketika ada masalah dan butuh diselesaikan dengan berkomunikasi saya harus bisa memahami apa yang diinginkan partner saya dan bagaimana saya menekan ego saya untuk menerima pendapatnya dan menyampaikan apa yang saya inginkan. Atau ketika berbagi cerita, ada saatnya saya harus mendengarkan dengan penuh perhatian,dan menunggu saat untuk berbicara. Seimbang.
Bukan ngotot-ngototan bahwa saya yang benar pihak lain yang salah, atau mendominasi perbincangan sehingga pihak lain tersudut.

Setidaknya itu bentuk komunikasi yang saya sukai =)
Tapi saya juga bukan manusia yang sabar luar biasa, ketika saya emosi, maka lupa lah saya bahwa saya nggak boleh meledak-ledak, bahwa partner saya pasti punya alasan sendiri untuk apa yang dilakukannya. bahwa saya tidak boleh menyudutkan partner saya (dan sayangnya ketika emosi saya meledak-ledak saya berbakat untuk menyudutkan dan kemudian menyesal)

Kuncinya, saya harus mengingat ada dua telinga untuk lebih banyak mendengar, dan hanya satu mulut untuk berbicara. Demi mencapai komunikasi yang nyaman! hehehe ;)


Regards,
-Eve-

Friday, June 4, 2010

Makhluk menyedihkan

Menyedihkan sekali ketika kita berhadapan dengan orang yang tidak bisa membiarkan hatinya lepas untuk mengasihi dan percaya kepada orang lain.
Orang yang hatinya dipenuhi kecurigaan, perasaan waspada berlebihan, ketakutan2 dan kekhawatiran pada kejadian yang belum tentu atau bahkan tidak akan terjadi.
Makhluk menyedihkan yang lupa akan nyamannya rasa percaya, dan lupa bagaimana hangatnya perasaan mengasihi yang lepas.

Lebih menyedihkan lagi ketika saya menemukan pantulan diri saya pada makhluk menyedihkan itu
Hmm..tidak, tidak, itu bukan pantulan, itu benar2 diri saya.

Tuhan, ampuni saya untuk semua ketakutan berlebihan ini

Wednesday, March 3, 2010

Welcome, Love!

Welcome March, welcome new me and welcome to my heart my Happy Pill =D

Ada seseorang yang menjadi pencerah pikiran saya untuk jujur pada hati saya, yang menyadarkan saya untuk memaafkan kebodohan saya sebelumnya, untuk berusaha mengampuni diri saya dan membuang semua ketakutan saya. *makasih yaa sayang*

Yeaaay...
Butuh perjuangan ekstra untuk menekan ego, rasa marah, ketakutan2 dan pikiran negatif saya ketika detik itu saya memutuskan untuk menjawab: "Aku ga bisa bohong kalo aku butuh kamu".

Akhirnya kalimat itu yang meluncur dari bibir saya untuk menjawab pertanyaannya di menit-menit terakhir sebelum dia meninggalkan Palembang.
"See you soon" katanya, sambil mengacak rambut saya sebelum dia meninggalkan saya, dan saya tutup adegan dramatis itu dengan mencium lembut tangannya dengan perasaan yang bercampur aduk.
Hati saya menghangat, itu satu-satunya yang saya rasa ketika dia menyentuh kepala saya dengan jari2 tangannya.

Adegan awalnya sempat membuat saya melayangkan sederet sumpah serapah karena merasa dipermainkan, merasa hidup saya dirancang seperti adegan Film, persis seperti adegan2 perpisahan di Bandara yang dramatis.

Dan mungkin seharusnya memang begitu, adegan perpisahan memang harus dramatis, dan harus berakhir manis. Bahwa pemeran pria dan wanita harus berakhir bahagia.

Kenapa harus berakhir dengan adegan seperti itu?
Alasan saya adalah:
Saya percaya pada tokoh yang memberi saya pencerahan tentang perasaan saya,
Saya nggak mau mengecewakan orang yang memaksa membawa saya ke Bandara untuk berperan dalam adegan rancangannya,
Saya nggak bisa dan nggak mau mengecewakan orang yang belakangan itu membuat saya selalu tertawa dan merasa bahagia,
Alasan bego nya adalah: tanggal hari itu unik menurut saya, dan saya pikir why not jika saya meng-create special moment pada tanggal dengan angka kesukaan si tokoh utama pria.


Luka yang membekas belum sepenuhnya sembuh, masih membekas, masih membuat trauma.

But life goes on..
Saya pasti bisa belajar dari jatuhnya saya dan pasti bisa sembuh dari semuanya.

Well..hmm..welcome to my Heart my Happy pill, i give u the key :D jaga hati aku baik2 :) jangan sampe nanti kamu nyesel kalo nyia2in aku yaa :D



Love,
-Ur Freya-

Tuesday, February 9, 2010

Mati

Saya baru sadar ada sisi hati saya yang mati.

Perasaan saya mati, tidak mampu menafsirkan rasa apa yang saya rasakan, semuanya tiba-tiba terasa biasa, sama.
Kehangatan itu meredup ditelan waktu, manis nya bergeser menjadi hambar, dan semua terasa biasa saja.

Saya benci keadaan ketika saya tidak bisa merasakan semuanya. saya benci ketika sisi hati saya yang itu mati.

Tanya

"yg membuat pp senang dn pengin punya mantu kamu, krn kmu cerdas dan teliti serta peduli. sayangnya harapan orang tua itu kini ga tercapai" -90210, 13.49-



Terus sekarang siapa yang salah?
dan sekarang saya harus bersikap gimana?
masih salah saya?

Catatan di persimpangan

Aku berada di simpang jalan ini lagi, bingung menentukan arah jalannya.
Aku Kelabakan mencari perhentian di kanan dan kiri, mencari tempat dimana aku diizinkan berhenti, dan akhirnya terdiam, memandangi tanda dilarang berhenti ditepian jalan ini.

Tandanya dilarang berhenti, waktu tidak menunggu katanya. Ketika aku berhenti waktu akan terus berjalan, menggerus mimpi2 dan harapan, mengubah keadaan menjadi hal yang tidak pernah bisa aku bayangkan. Karena itulah aku tidak diizinkan berhenti, aku harus cepat menentukan arahku, begitulah isi pesan yang aku dapat.

Aku diam, memandangi countdown timer yang terpasang sambil terus berharap alat penghitung itu rusak mendadak dan membiarkan lampu merahnya terus menyala sampai aku siap melanjutkan perjalanan.
Aku harus pilih jalan mana?

Andai saja masih diizinkan belok kiri langsung, mungkin aku akan memilih kiri. Ah, atau lebih baik ke kanan? Atau terus? Atau putar balik di belokan depan?

Aku perlu papan penunjuk jalannya, kanan, kiri, atau bahkan lurus itu tujuannya kemana.
Kalau diizinkan, kalau saja aku diizinkan untuk berjalan lebih jauh lagi..berikan aku penunjuk jalannya...tolong..



Regards,
-Iv-